(KIBAR JUANG, Minggu, 3
Desember 2012)
Kapitalisme: Kelas-kelas dan
Pertentangan Kelas
Upah
murah, ketidakpastian kerja (lewat sistem kontrak dan outsourcing serta PHK),
dan ketiadaan jaminan sosial kerja merupakan masalah yang tiap harinya
bersentuhan dengan buruh Indonesia. Masalah ini berhubungan erat dengan
masalah-masalah lain yang ada pada rakyat mayoritas. Seluruh rakyat berhadapan
dengan kebutuhan hidup yang tinggi, ketiadaan lapangan pekerjaan, mahalnya
biaya kesehatan dan pendidikan, dll, semakin menyebabkan buruh maupun rakyat
mayoritas sulit untuk hidup sejahtera, apalagi untuk mengembangkan aspek-aspek
kemanusiaannya (belajar, berkesenian, bersosial) sebagai manusia.
Pada
saat yang sama, ada sebagian kecil masyarakat yang hidup mewah, berkecukupan
bahkan tidak perlu mengeluarkan keringat setetes pun, uang terus mengalir ke
brankas mereka. Mereka adalah para pemilik perusahaan/pemilik modal, dimana
perusahaannya sendiri seringkali bahkan bukan dijalankan oleh dirinya,
melainkan oleh para direktur dan manajer yang diupah tinggi. Mereka juga
menguasai bank-bank, pertambangan, industri (pabrik dan jasa), menguasai
industri media (tv dan Koran), dan menguasai seluruh barang-barang konsumsi dan
kebutuhan hidup sosial manusia lainnya.
Penggolongan
masyarakat tersebut (golongan mayoritas: rakyat bekerja keras-hidup sulit &
golongan minoritas: para pemilik modal, tidak bekerja-hidup mewah, dan
menguasai dan mengatur kehidupan masyarakat) merupakan hasil dari pembagian
masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme, sebuah sistem ekonomi
dimana kapital (modal, kekayaan) dan pemiliknya menjadi “Tuhan-Tuhan” baru yang
diciptakan dan menjadi penguasa dunia saat ini. Seluruh kebutuhan sosial
manusia/masyarakat (makan, pakaian, rumah, sekolah, kesehatan, transportasi,
kesenian, bahkan agama, dsb.) diubah menjadi barang dagangan dan dikuasai oleh
para pemilik modal. Yang tidak mampu membeli tidak bisa mendapatkannya. Bahkan
seluruh nilai-nilai luhur budaya (solidaritas, saling berbagi, tolong menolong
dan sebagainya) dihancurkan dan digantikan dengan nilai-nilai baru yang
semuanya diukur dengan uang, harta dan kekayaan (menjadi barang dagangan yang
harus dibeli). Jadi pembagian kelas yang terjadi di masyarakat bukanlah karena
nasib yang ‘memang begitu adanya’, bukan juga karena dunia sudah dibagi menjadi
dua kelas sebagaimana adanya siang-malam, baik-buruk, kaya-miskin, dst,
melainkan terbentuk dari sistem ekonomi yang dijalankan.
Sistem
ekonomi-politik kapitalisme dilahirkan, dibentuk, dan lalu dipertahankan oleh
pihak-pihak yang diuntungkan oleh sistem itu, yaitu para pemilik kapital/modal.
Sebagai contoh para pengusaha/pemilik modal yang bersikeras mempertahankan
sistem kerja kontrak dan outsourcing atau menolak upah layak, ini bukan karena
mereka tidak tahu kalau buruh tidak sejahtera, tapi karena hanya dengan cara
seperti inilah mereka dapat menumpuk keuntungannya dan pada akhirnya dapat
mempertahankan sistem kekuasaan modal ini berjalan.
Di sisi
lain kelas buruh berkepentingan untuk mendapatkan kesejahteraan. Kepentingan
ini jelas bertentangan dengan kepentingan para pemilik modal. Perbedaan
kepentingan (antara buruh dan pengusaha) ini merupakan gambaran paling
sederhana dan paling jelas bagaimana dalam suatu masyarakat terdapat
golongan-golongan yang saling bertentangan kepentingannya, baik secara ekonomi,
maupun secara politik. Penggolongan masyarakat dalam ekonomi-politik inilah
yang disebut sebagai “kelas-kelas” . Dimana dalam sistem ekonomi kapitalisme,
alat-alat produksi (pabrik, tanah, teknologi dll), yang dibutuhkan untuk
menghasilkan barang-barang kebutuhan sosial masyarakat justru dikuasai oleh
pribadi-pribadi, atau segelintir orang dan bukan menjadi milik sosial (Negara
rakyat).
Lebih
hebatnya lagi, para pemilik modal ini kemudian juga aktif dalam politik,
mendirikan partai politiknya ataupun menjadi penyokong utama partai-partai
politik ini. Akhir dari semua aktivitas politik ini berikutnya mereka pun dapat
menguasai parlemen (DPR/DPRD), dan menguasai pemerintahan. Dengan menguasai
pemerintahan dan parlemen, maka seluruh kebijakan yang dihasilkan oleh
pemerintah dan parlemen (DPR/DPRD) dapat dipastikan merupakan cermin dari
kepentingan dari para pemilik modal ini. Ditambah lagi, agar sukses
dijalankannya kebijakan ini, perangkat-perangkat dukungan pun dipersiapkan:
dari mulai kampanye palsu (alasan kenapa kebijakan tersebut yang diambil),
hingga perangkat kekerasan negara (polisi, tentara, pengadilan dan penjara).
Sederhananya, negara pun akhirnya dikuasai oleh mereka.
Perjuangan Kelas, Bentuk
Perjuangan dan Organisasinya
Bagi
kita yang sudah pernah dan terbiasa berjuang menuntut kesejahteraan di sebuah
perusahaan, atau di berbagai aksi kawasan atau aksi mogok nasional sudah biasa
pula bagi kita melihat keberpihakan negara (pemerintah, aparat, pengadilan,
dll) terhadap klas pengusaha/pemilik modal, sebagaimana penjelasan diatas.
Tetapi pernyataan ini bukanlah berarti bahwa mayoritas kelas buruh sudah
memahami bahwa perjuangan kelas buruh juga harus melakukan perjuangan untuk
merebut kekuasaan negara yang dikuasai oleh kelas pemilik modal.
Gerakan
kaum buruh yang dipimpin oleh serikat buruh, biasanya hanya menekankan
tentang perjuangan ekonomi, yaitu perjuangan yang hanya menuntut sebagian isu
atau sebagian tuntutan kelas buruh. Mayoritas kelas buruh pun masih belum paham
bahwa akar dari penindasan yang dialaminya saat ini akarnya bersumber dari
sistem ekonomi kapitalisme yang dijalankan. Untuk memahami ini, kita harus
memahami soal-soal ekonomi politik, dan sejarah perjuangan kelas.
Bahwa
dalam setiap masyarakat berkelas, seperti halnya dalam masyarakat kapitalisme,
pertentangan klas adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Sejak kapitalisme
lahir (lebih dari 300 tahun lalu) pertentangan antara buruh dan pengusaha telah
dimulai. Dari perlawanan perlawanan sendiri-sendiri, hingga akhirnya membangun
perlawanan bersama dalam sebuah organisasi sekerja yang dikenal dengan nama
serikat buruh. Biasanya penindasan di tempat kerja dan “perjuangan ekonomi” di
tempat kerja (perbaikan upah, kondisi kerja, dll) yang dilakukan oleh buruh di
masing-masing perusahaan menjadi motor penggerak lahirnya sebuah serikat buruh
di masing-masing perusahaaan. Kesadaran bahwa, semakin bersatu buruh akan
menjadi lebih kuat, dan adanya kesadaran sebagai sesama kelas buruh,
mendorong terbangunnya persatuan-persatuan sesama buruh. Ini mendorong
terbentuknya penyatuan serikat-serikat buruh sektoral (sering dikenal dengan
federasi), atau persatuan serikat buruh lokal/territorial, atau gabugannya
menjadi konfederasi serikat buruh. Bahkan persatuannya terjadi hingga antar negara
(federasi/konfederasi internasional).
Sementara
kelas-kelas tertindas lainnya: kaum tani, pedagang kecil, nelayan dan rakyat
miskin lainnya, juga menghadapi penindasan yang sama seperti yang dialami kelas
buruh. Seperti halnya kelas buruh, kelas-kelas inipun berjuang hanya
memperjuangkan kepentingan kaumnya. Misalnya kaum tani berjuang untuk merebut
tanah yang dirampas negara (misalnya perhutani) atau oleh pemilik-pemilik modal
(pengusaha tambang, hutan, perkebunan dsb), nelayan yang menuntut subsidi BBM,
pedagang kecil yang menolak penggusuran atau perjuangan rakyat miskin lain
dalam aksi-aksi menuntut hak-hak ekonomi sesuai dengan masing-masing
kepentingan ekonomi kelompoknya. Masing-masing kelompok kelas tertindas ini
membangun organisasi perjuangannya masing-masing: serikat tani, nelayan, pedagang
kaki lima, rakyat korban penggusuran dan lainnya.
Perjuangan
ekonomi, perjuangan menuntut kesejahteraan sejatinya tidaklah akan pernah
tercapai selama akar dari penindasan itu sendiri yaitu sistem ekonomi
kapitalisme tidak dihapuskan. Sederhananya, kita dapat saksikan bagaimana
perjuangan menuntut upah minimum yang layak setiap tahunnya terus terjadi.
Karena kenaikan upah sebesar apapun akan diiringi dengan kenaikan harga dan
munculnya kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya, sesuai dengan tuntutan perkembangan
masyarakat. Kenaikan upah menjadi tidak ada artinya dibandingkan dengan
kenaikan harga dan kebutuhan sosial lainnya. Demikianlah sistem kapitalisme
berjalan, ia akan menyesuaikan diri atas kenaikan upah yang terjadi di buruh.
Kesejahteraan dan keadilan bagi buruh dan rakyat banyak tidak akan dapat
tercipta dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Oleh
karena itu, perjuangan ekonomi atau perjuangan menuntut kesejahteraan yang
telah dilakukan oleh gerakan serika butuh haruslah dikembangkan dan menjadi
bagian dari sebuah perjuangan politik. Yaitu perjuangan untuk melancarkan
perebutan kekuasaan politik: pemerintahan, parlemen, dan akhirnya perebutan
siapa yang menguasai negara. Menggantikan penguasa negara yang sebelumnya
dikuasai oleh kelas pemilik modal, dengan DIRINYA SENDIRI (kelas buruh dan
rakyat mayoritas lainnya). Dititik inilah, sebenarnya kaum buruh (dan rakyat
pekerja lainnya) mulai membuat perhitungan sejati dengan kelas penindasnya
selama ini.
Dengan
dikuasainya negara oleh buruh dan rakyat pekerja, maka berbagai kebijakan yang
dihasilkan akan berkebalikan dengan situasi saat ini. Sederhananya saja,
misalnya ketika negara dikuasai oleh buruh maka upah buruh akan dinaikkan,
tidak boleh ada PHK, jam kerja dikurangi tanpa pengurangan upah sehingga semua
orang mendapatkan pekerjaan, sistem kerja kontrak dan outsourcing akan
dihapuskan, seluruh kebutuhan-kebutuhan sosial (pendidikan sampai perguruan
tinggi, pension, kesehatan: baik pencegahan maupun pengobatan, perumahan,
perawatan anak, taman bacaan, internet dan sebagainya) yang semula menjadi
barang dagangan (harus dibeli) dirubah menjadi hak yang harus dapat dinikmati
oleh semua orang tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Seluruh sumber-sumber
kekayaan alam (migas, tambang, hasil hutan dan laut) dan sektor vital untuk
rakyat banyak akan menjadi milik negara rakyat pekerja. Pengusaha yang menolak
dan melakukan perlawanan seperti lock-out misalnya, bukan saja berhadapan dengan
negara melainkan akan berhadapan dengan rakyat. Kaum buruh pastinya, akan siap
menjalankan perusahaan-perusahaan yang tidak mau dijalankan pemilik modal.
Akhirnya sistem ekonomi pun secara bertahap diubah menjadi sistem ekonomi yang
lebih berkeadilan sosial, berpihak ke rakyat banyak dan bukan ke segelintir
orang. Sistem ini sering disebut dengan sistem sosialisme, (yang sebenarnya
jika membaca sejarah perjuangan kemerdekaan dan konstitusi UUD 45 kita, sistem
inilah yang menjadi cita-cita kemerdekaan: mensejahterahkan kehidupan rakyat,
dan membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat). Semua hal yang digambarkan
diatas sebenarnya sering digaungkan dengan slogan yel-yel; “BURUH BERKUASA, RAKYAT SEJAHTERA!”
Serikat
Buruh
Serikat
buruh merupakan bentuk organisasi kelas buruh pertama dan saat ini merupakan
organisasi terbesar tempat berhimpunnya kelas buruh secara luas dibandingkan
bentuk organisasi buruh lainnya. Sehingga tidak dapat terelakkan bahwa
perjuangan politik kelas harus juga dimulai dan dibangun dari sini. Melalui
serikat buruh inilah, massa kelas buruh dihimpun guna melakukan melancarkan
perjuangan ekonomi sehari-hari (kenaikan upah, penghapusan outsourcing dan
sistem kerja kontrak dan sebagainya) atau perjuangan untuk isu-isu tertentu.
Perjuangan
ekonomi sebagai bentuk awal perjuangan kelas buruh merupakan latihan
perjuangan dari seluruh massa kelas buruh. Kemenangan-kemenangan kecil
(dipenuhinya tuntutan) dan juga kekalahan-kekalahan yang akan terjadi terus
menerus, akan menjadi pelajaran penting dan proses pertumbuhan kesadaran
politik kelas buruh. Kemenangan utama dari perjuangan kelas buruh terletak pada
semakin bersatunya massa kelas buruh sebagai sebuah kelas dan meningkatnya
kesadaran perjuangan kelas buruh dari perjuangan ekonomi menjadi perjuangan
politik kelas buruh.
Perjuangan
ekonomi yang dilakukan kaum buruh dan dilancarkan oleh gerakan serikat buruh
tidak akan serta merta dapat memunculkan “kesadaran politik kelas” yaitu
kesadaran perjuangan untuk merebut kekuasaan politik dari tangan kelas berkuasa
dan menghapuskan sistem ekonomi yang menindas yaitu kapitalisme sebagai akar
dari penindasan yang dialami kelas buruh dan kelas terhisap lainnya. Walaupun
demikian, perjuangan ekonomi yang dilakukan gerakan serikat buruh pun
sebenarnya juga bersentuhan “politik” misalnya dalam aksi menuntut upah layak,
penghapusan sistem kontrak dan outsoursing, jaminan sosial, pendidikan dan
kesehatan gratis dan sebagainya. Sebagaimana dijelaskan diatas, dalam aksi
perjuangan semacam ini, kelas buruh melihat bagaimana pemerintah, parlemen
(DPR/DPRD), dan partai politik yang ada terlihat berpihak kepada kelas pemilik
modal/pengusaha dibandingkan kepentingan kelas buruh. Oleh karenanya,
sebenarnya dalam perjuangan buruh yang luas (bukan perjuangan di tingkat
perusahaan) yang dilakukan oleh gerakan serikat buruh, juga menghasilkan
“BENIH-BENIH” kesadaran politik dan BENIH-BENIH kesadaran perlawanan terhadap
sistem ekonomi kapitalsime. Tetapi BENIH tetaplah BENIH yang perlu dirawat,
dijaga dan ditumbuhkan menjadi buah”. Mengembangkan “Benih-Benih Kesadaran
Politik” ini tidak bisa hanya dilakukan oleh gerakan serikat buruh sendiri,
melainkan butuh sebuah partai politik kelas. Sederhananya, serikat buruh adalah
sekolahan awal bagi perjuangan massa kelas buruh untuk bisa mengerti mengapa
perjuangan politik dan membangun sebuah partai politik kelas harus dilakukan.
Perjuangan
untuk merebut kekuasaan negara dan menghapuskan penindasan sistem ekonomi,
merupakan sebuah perjuangan yang tidak lagi sekedar menuntut atau sekedar
meminta belas kasih penguasa dan pengusaha melainkan mengambil hak kekuasaan
rakyat (kelas buruh dan kelas tertindas lainnya) dari tangan kelas bermilik
saat ini (kelas pemodal/pengusaha). Perjuangan yang memiliki cita-cita
demikian, disebut sebagai sebuah perjuangan politik.
Untuk
membangun sebuah perjuangan politik, dengan cita-cita mengangkat kelas buruh
dan kelas tertindas lainnya menjadi penguasa (secara politik dan ekonomi
berikutnya – menguasai negara – menjadi pemerintah), tidak cukup hanya
menggunakan organisasi serikat buruh. Dibutuhkan bentuk organisasi lain diluar
serikat buruh yaitu yang biasa dikenal sebagai partai politik kelas. Perjuangan
politik adalah bentuk perjuangan tertinggi dari perjuangan kelas.
Partai
Politik Kelas
Berbeda
dengan serikat buruh, partai politik kelas, biasanya anggotanya adalah para
pejuang-pejuang buruh dan pejuang rakyat lainnya yang sudah memiliki pengalaman
perjuangan sebelumnya di serikat buruh atau serikat rakyat dan memiliki
“kesadaran politik” (memiliki pengetahuan tentang sistem ekonomi kapitalisme,
hakekat dan tujuan serta strategi-strategi perjuangan). Sementara serikat
buruh/serikat rakyat adalah organisasi massa (organisasi sekerja), dimana
kesadaran dan keaktifan anggotanya sangatlah bermacam-macam. Siapa saja yang
mau membayar iuran serikat pada dasarnya dapat menjadi anggota serikat buruh.
Pastinya
partai kelas buruh berbeda dengan partai-partai politik yang saat ini ada di
parlemen atau partai politik yang baru muncul yang akan ikut dalam pemilu 2014
nantinya. Seluruh partai politik ini tidak memiliki kepentingan berbeda satu
sama lain. Karena bila dicek seluruh partai yang ada dibangun/didirikan, atau
setidaknya disokong kuat dan dikuasai oleh para pemilik modal. Sehingga
kepentingan mereka pun pada dasarnya tidak berbeda antara satu partai dengan
partai lain, mewakiliki kepentingan segelintir orang/minoritas yaitu kelompok
berpunya (pemilik modal). Kalau pun ada bedanya, bukanlah soal yang mendasar,
yaitu penolakan terhadap sistem ekonomi kapitalisme yang menindas rakyat
(walaupun bisa saja ada anggotanya yang anti kapitalisme dan pro terhadap
gerakan dan perjuangan buruh). Pertentangan diantara partai-partai ini lebih
didasarkan karena mereka ingin kelompok merekalah yang menang pemilu, menang di
parlemen (DPR/DPRD), menang di pemilihan presiden dan menguasai pemerintahan.
Sehingga nantinya, kelompok mereka lah yang akan menikmati hasilnya (menumpuk
kekayaan dan modal). Sementara kaum buruh dan mayoritas rakyat tidak mengalami
perubahan apa-apa.
Sementara
partai kelas buruh, kepentingan sejatinya tidak memiliki kepentingan berbeda
dengan kepentingan sejati kelas buruh dan mayoritas rakyat. Kepentingan sejati
kelas buruh dan mayoritas rakyat (terlepas apakah buruh dan mayoritas rakyat
sudah sadar atau belum) adalah menghapuskan penindasan yang dialaminya, dimana
akarnya justru ada pada sistem ekonomi kapitalisme (sistem ekonomi setan uang
dalam bahasa jaman pergerakan kemerdekaan). Perjuangan tahap pertama yang harus
dilalui adalah merebut kekuasaan negara dari kekuasaan kelas berkuasa saat ini
(kelas pemilik modal). Inilah tahapan untuk menghapuskan penindasan dan
ketidakadilan di masyarakat. Lewat negara yang dikuasai inilah, secara pasti
perubahan sistem ekonomi dilakukan, menjadi ekonomi yang berkeadilan bagi
rakyat banyak. Jika pergantian kekuasaan sebelumnya (dari Soeharto- SBY), selalu
kelompok minoritaslah yang menguasai negara, maka partai kelas buruh
bercita-cita menaikkan kaum mayoritas: kaum buruh dan rakyat jelata menjadi
penguasa negeri.
Bentuk-bentuk
perjuangan politik dari kelas buruh bisa bermacam-macam: dari mulai demonstrasi
massa dan pemogokan politik (merubah kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan
ekonomi), membentuk partai politik, ikut pemilu dan menempatkan
pejuang-pejuangnya di parlemen secara damai, hingga perjuangan jalanan
menumbangkan kekuasaan. Sekali lagi yang harus diingat, perjuangan ekonomi dan
perjuangan politik harus dilakukan beriringan. Oleh karenanya, partai politik
kelas buruh haruslah memiliki hubungan yang erat dengan serikat-serikat buruh,
baik yang progresif (merah), yang radikal reformis, bahkan dengan
serikat-serikat buruh yang “memble atau yang menjadi kaki tangan
pengusaha/penguasa sekalipun”. Karena pada dasarnya karakter-karakter dari
serikat buruh yang disebutkan diatas lebih pada pengaruh dari pimpinan-pimpinan
serikat buruh tersebut. Sementara di massanya, seringkali jauh lebih maju
kesadaran dan keinginan untuk berjuangnya.
Situasi Perjuangan Kelas Buruh
Saat Ini dan Tugas Mendesaknya
Disadari
bahwa mayoritas kelas buruh bahkan yang sudah berserikat sekalipun dan sudah
terlibat dalam berbagai perjuangan menuntut kesejahteraan, terlibat dalam
pemogokan, belum memiliki kesadaran politik untuk berkuasa dan menghapuskan
sistem kapitalisme. Mayoritas kelas buruh belum menyadari bahwa selain serikat
buruh, mereka membutuhkan partai politik kelas untuk meraih cita-cita
perjuangan politik kelas buruh: “Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera!”
Tetapi
disisi lain, terdapat fakta
bahwa di kalangan pejuang-pejuang buruh, sebagiannya duduk menjadi
pimpinan-pimpinan serikat buruh, sudah menyadari akan kebutuhan ini. Hanya
saja, usaha-usaha serius untuk membangun sebuah kekuatan politik kelas buruh
(partai politik kelas buruh), tidak dilakukan secara serius. Mayoritas pejuang
buruh yang sadar akan hal inipun larut pada pekerjaan hanya membangun
perjuangan serikat buruhnya. Tetapi,
sentuhan-sentuhan politik dalam perjuangan ekonomi yang dilakukan (mogok lokal,
mogok nasional, nuntut penghapusan outsourcing dan kontrak, nuntut jaminan
sosial, menolak RUU Kamnas dan RUU Ormas, persatuan dan solidaritas sesama
buruh/antar serikat, bahkan mendukung calon-calon dalam pilkada ataupun taktik
menitipkan calon mereka ke parpol dalam pemilu 2014 dan lain sebagainya)
sebenarnya memberikan lahan luas untuk mendorong maju gerakan buruh dari
gerakan serikat buruh menjadi sebuah gerakan politik untuk membangun sebuah
partai politik kelas buruh. Pekerjaan ini tidak dapat ditunda-tunda lagi.
Pembangunan
partai politik kelas buruh tentu saja pengerjaannya tidak seperti yang
dilakukan seperti “partai-partai buruh” yang pernah dibentuk, yang tujuannya
tak lebih dari sekedar dapat ikut serta pemilu, dan dapat ikut serta berkuasa
(baca: menikmati kekuasaan bersama kelas penindas lainnya) dan bukan untuk
menaikkan kelas buruh menjadi berkuasa dan menghapuskan sistem ekonomi
kapitalisme.
Organisasi
politik kelas buruh (partai kelas buruh) haruslah dibentuk bukan oleh
segelintir elit pimpinan serikat buruh yang berkumpul, berkongres dan membentuk
partai. Melainkan harus dibangun dari kesadaran gerakan perjuangan kelas buruh
saat ini. Artinya, para pejuang buruh dan buruh-buruh maju/sadar, dari serikat
manapun yang telah memiliki kesadaran akan pentingnya membangun sebuah partai
politik kelas buruh hurus mulai berkumpul, mendiskusikan secara bersama
bagaimana membangun organisasi politik ini dan mengembangkannya secara luas
kepada anggota-anggota serikatnya yang paling aktif. Persatuan kelas buruh
harus ditingkatkan dari persatuan perjuangan serikat buruh menjadi persatuan
perjuangan untuk membangun partai politik kelas buruh.
Situasi
terakhir, terdapat debat di kalangan kawan-kawan pimpinan serikat buruh, atas
dukung atau tidak mendukung calon yang dianggap berpihak kepada kaum buruh
terutama di Bekasi, terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
Ke depan menghadapi pemilu 2014, pastinya banyak debat soal memasukkan atau
tidak penting memasukkan pimpinan-pimpinan serikat buruh ke partai-parti
politik yang ada untuk menjadi anggota DPR/DPRD. Semuanya ini akan sangat
berguna jika saja kita sudah memiliki sebuah organisasi politik, sehingga akan
ada kesatuan tindakan, dan manfaat yang lebih jauh bagi gerakan atas
pilihan-pilihan ini. Oleh karena terlepas dari debat diatas, kenyataan ini
semakin menunjukkan bahwa pembangunan sebuah partai politik kelas buruh harus
segera dilakukan. Seluruh pejuang-pejuang buruh dan perjuang rakyat lainnya
yang tersebar di berbagai serikat buruh dan organisasi rakyat di masing-masing
kota harus segera bertemu merumuskan bagaimana mengawali langkah pembangunan
partai politik kelas buruh ini. Sekian, salam juang..
Blogger Comment