Jika
kau mengikuti Piala Dunia, kau tidak akan melihat tim sepak bola nasional
Palestina. Namun jangan takut. Tim Palestina memenangkan pertandingan
kualifikasi untuk Piala Asia bulan lalu dan akan bertanding melawan Jepang,
Yordania dan Irak di Melbourne Januari tahun depan – itu jika, Negara apartheid
Israel mengijinkannya.
Bagi
beberapa bintang internasional, sepak bola adalah bisnis yang menguntungkan.
Kapten Portugal dan bintang Real Madrid Cristiano Ronaldo mendapatkan 77 juta
USD tahun lalu, terima kasih kepada perjanjian dengan Nike, Samsung, Tag Heuer
dan Emirates. Namun untuk pemain Palestina, yang berasal dari Tepi Barat, Gaza
dan diaspora Palestina, sepak bola adalah permainan yang berbahaya.
Ambil
sebagai contoh Adam Abd al-Raouf Halabiya dan sepupuhnya Jawhar Nasser Jawhar.
Januari lalu, kedua pemain muda tersebut, berumur 17 dan 19 tahun, ditembak
oleh tentara Israel saat mereka berjalan pulang dari latihan di Stadiun Faisal
al-Husseini di al-Ram, di Tepi Barat yang diduduki.
Mereka
dikagetkan oleh anjing penjaga, diseret ketanah dan dipukuli oleh tentara.
Menurut laporan medis, Jawhar ditempat dengan 11 peluru; tujuh di kaki kirinya,
tiga di kaki kanan dan satu di tangan kirinya. Halabiya ditembak dimasing-masing
kakinya dan kakinya dipatahkan. Setelah menerima perawatan di Yordania, mereka
ditangkap oleh otoritas Israel dalam perjalanan pulang, karena dituduh membawa
bom.
Keduanya
ditahan sejak itu menunggu pengadilan. Keduanya tidak akan pernah bermain bola
lagi.
Pada
bulan Januari 2009, tiga pemain bola Palestina – Ayman Alkurd, Shadi Sbakhe dan
Wajeh Moshtahe – dibunuh saat operasi militer Israel, Operation Cast Lead, di
Gaza. Pada bulan Maret, pemain sepak bola 18 tahun bernama Saji Darwis ditembak
mati oleh penembak jitu Israel dekat pos pemeriksaan Beitin dekat Ramallah.
Juru bicara militer Israel mengatakan bahwa dia melampar batu.
Beberapa
pemain bola Palestina juga telah ditahan oleh kekuatan pendudukan Israel. Pada
bulan Juli 2009, enam bulan menjalani karirnya di tim sepak bola nasional
Palestina, Mahmoud Sarsak secara administrative ditahan (tanpa tuduhan) oleh
polisi perbatasan Israel. Dia menghabiskan waktu tiga tahun dibalik jeruji besi
penjara dan dilepaskan hanya setelah mogok makan 90 hari dan kampanye
solidaritas internasional.
Pada
tahun 2012, penjaga gawang tim Olimpiade Omar Abu Ruways ditangkap, dituduh
menjadi anggota sel teroris. Pemain yang lain, Samah Fares Muhamed Marava,
ditangkap April lalu setelah kembali dengan timnya dari latihan di Qatar. Shin
Bet (intelijen Israel) menuduh Marava mengeksploitasi statusnya sebagai pemain
sepak bola Palestina untuk bertindak sebagai kurir untuk Hamas.
Pemain
Palestina hidup dibawah pendudukan secara rutin ditolak ijinnya untuk melakukan
perjalanan untuk latihan ataupun kompetisi internasional. Pada bulan Oktober
2007, tim Palestina ditolak visanya untuk bertanding pada pertandingan
kualifikasi penting untuk Piala Dunia 2010. Meskipun protes, pertandingan
tersebut tidak dijadwal ulang, dan FIFA menganggap tim telah menghanguskan
pertandingan.
Stadiun
sepak bolah Palestina di kota Gaza dibom pada bulan April 2006 dan lagi pada
bulan November 2012. Siapapun boleh menebak apakah stadium tersebut akan
terbebas dari kampanye bombardier Israel sekarang ini.
Februari
lalu, ketua Asosiasi Sepak Bola Palestina Jibril al-Rajoub mengatakan pada
Ma’an News, “Brutalitas Israel (terhadap pemain sepak bola Israel) menekanan
keteguhan pendudukan untuk menghancurkan olah raga Palestina”. Rajoub
menyerukan agar Asosiasi Sepak Bola Israel dikeluarkan dari FIFA, sebuah seruan
yang diabaikan oleh kongres FIFA bulan Juni lalu.
JIka
tim Palestina berhasil sampai di Melbourne bulan Januari nanti, datanglah untuk
menunjukan solidaritasmu. Sementara itu, mari kita berikan Palestina yang
diduduki semua solidaritas yang bisa kita berikan.
Oleh
: Nick Everett
(Diterjemahkan
Oleh Ignatius Mahendra Kusumawardhana dari website Redflag)
0 komentar:
Posting Komentar