Ideologi dan Kebijakan Pendidikan
—Paul Trowler, “Education Policy” second edition (2003: 119)
Mari kita sedikit memahami lebih jauh bagaimana sebuah pandangan ideologis berperan penting dalam formulasi sebuah legislasi pendidikan. Paul Trowler (2003: 103) menyatakan:
In looking at the policy-making process it is useful to be clear about the ideologies which drive both policy-makers and those who put policy into practice.Kemudian ia dengan mengadaptasi dari Hartley (1983: 26-27) melanjutkan, pengertian ideologi yang secara praktis ia gunakan dalam bukunya “Education Policy” second edition (2003, Routledge) adalah:
A framework of values, ideas and beliefs about the way society is and should be organized and about how resources should be allocated to achieve what is desired. This framework acts as a guide and a justification for behavior.Tentu saja selain itu kita dapat menggunakan pengeritan ideologi ala Marx, Lenin, Gramsci atau lainnya yang tidak secara eksplisit ideologi, Foucault misalnya. Tapi itu nanti saja lah.
Pada dasarnya memang tiap argumentasi dalam merumuskan sebuah
formula pendidikan tertentu, entah peraturan pemerintah, peraturan
menteri pendidikan nasional, undang-undang, kurikulum, konsep
pengelolaan sekolah, pembagian materi pembelajaran per jenjang
pendidikan dalam pendidikan formal dan lainnya, selalu mendasarkan pada
pandangan ideologis tertentu. Pandangan tersebut mengasumsikan bahwa
yang tepat adalah seperti ini dan bukan yang seperti itu, bahwa—menurut
pandangan progresivisme pendidikan misalnya—yang tepat adalah model student centered, bukan teacher centered.
Formulasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) juga tidak lepas dari
pendangan ideologis bahwa pendidikan itu yang baik adalah memberi bekal
kompetensi. Kompetensi secara gampang dapat dipahami sebagai life skill
atau keterampilan hidup. Nah, yang namanya keterampilan ya levelnya
teknis, instrumentalis, metodologis. Untuk keperluan praktis di sini
saya kutipkan dari Wikipedia pengertian kompetensi.
Competence (or competency) is the ability of an individual to perform a job properly. […] Some scholars see “competence” as a combination of knowledge, skills and behavior used to improve performance; or as the state or quality of being adequately or well qualified, having the ability to perform a specific role. For instance, management competency might include systems thinking and emotional intelligence, and skills in influence and negotiation.
Sebenarnya jelas berbeda antara kompeten dan kompetensi, lihat
misalnya sebagaimana dibahas secara serius di website “the
Encyclopaedia of Informal Education” yang membahas khusus tentang
“competence and competency” (lihat http://www.infed.org/biblio/b-comp.htm).
Namun lagi-lagi untuk keperluan praktis notes pendek ini dapatlah kita
“reduksi” dan maknai pengertian kompetensi yang dimaksud dalam KBK
adalah keterampilan teknis.
Loh, kenapa yang diutamakan adalah keterampilan teknis? Pandangan
bahwa pengetahuan teknis adalah lebih utama adalah pandangan ideologis,
artinya bersumber dari keyakinan tertentu bahwa yang teknis-teknis
tersebut lebih baik. Mengapa dinilai lebih baik? Di sinilah pentingnya
memahami ideologi pendidikan, ideologi politik dan sejenisnya. Sedikit
mari kita telusuri ideologi di balik KBK (baca: pengutamaan
keterampilan hidup dalam praktik pendidikan nasional di Indonesia)
tersebut.
Dengan kata lain, hanya kompetensi yang berguna untuk membawa
kesuksesan hidup, bekerja di kantoran butuh kompetensi, bekerja di
pendidikan butuh kompetensi, berupa keterampilan-keterampilan teknis.
Desain modernitas dan dunia industri yang mengarahkan pendidikan untuk
lebih link and match dengan dunia kerja—yang kerap disempitkan
sebagai dunia industri—menjadikan tata aturan dan legislasi serta
formula pendidkan juga diarahkan untuk mendukung modernitas, dunia
industri dengan berbgai nilai-nilai, kultur, dan filosofi hidupnya
tersebut. Oleh karenanya, dengan “pandangan ideologis” tersebut, salah
satunya diwujudkan dalam bentuk kurikulum yang berbasis pada
kompetensi, di mana kompetensi menjadi core pendidikan nasional.
Hanya saja, agaknya karena belum banyak yang memahami serius
pengertian kompetensi, maka banyak hal yang berdimensi rohani disebut
sebagai kompetensi. Misalnya, akhlak dan moralitas siswa yang baik,
sensitivitas sosial, nalar kritis, rendah hati, tidak sombong,
pandangan hidup, nasionalisme, patriotisme dan lainnya. Padahal jelas
misalnya, bahwa nasionalisme itu bukanlah kompetensi, melainkan
pandangan hidup (ideologi). Dus, semuanya karut-marut karena tiadanya
pemahaman yang betul, termasuk tidak banyak yang paham “peta ideologi”
di balik ide-ide, pengetahuan, dan nilai-nilai keyakinan dari
dipentingkannya kompetensi, kinerja, standar pendidikan dan lainnya.
Namun yang harus dipahami adalah: tidak ada satu praktik pendidikan
yang secara konsisten disetir oleh satu ideologi pendidikan saja.
Faktanya di Indonesia, tidak hanya ideology modernitas, korporasi,
neoliberalisme, namun juga konservatisme dan lainnya berkontestasi
untuk diwujudkan dalam bentuk tata aturan dan legislasi pendidikan
(kurikulum, metode pembelajaran, konsep manajemen pendidikan dan
lainnya). Paul Trowler (2003: 105) menyatakan:
In addition, policy is sometimes made almost accidentally or as a result of political necessity. Ideology becomes less important in these circumstances. […] Another factor is the difficulty of making policies that will work; understanding causes and effects in the social world is extremely complex and ‘solutions’ are not easy to find.
Walaupun begitu ideologi tetap penting untuk dipahami dalam proses
formulasi tata aturan dan legislasi pendidikan, termasuk juga pada
implementasinya, sebagaimana saya uraikan di atas secara singkat. Paul
Trowler (2003: 119) sendiri menyatakan bahwa:
Political and educational ideologies are important in the policy process. Understanding them helps the analyst to grasp underlying consistencies in values and attitudes and what the various players bring to the policy-making process.
Referensi
- Trowler, Paul. (2003). Education Policy. Second Edition. London & New York: Routledge.
- Infed. (1996). “Competence and Competency” in the Encyclopaedia of Informal Education. Diunduh pada 4 April 2011 dari (http://www.infed.org/biblio/b-comp.htm).
- Wikipedia. (2011). “Competence (human resource)” in Wikipedia. Diunduh pada 4 April 2011 dari (http://en.wikipedia.org/wiki/Competence_%28human_resources%29).
Blogger Comment