Ketika negara ini sedang mengalami krisis, sebagian orang dengan
gampangnya menyalahkan politikus. Maklum, dimana-dimana, juga di Eropa
maupun negara kita, politisi dianggap biang kerok krisis. Mereka hanya
mementingkan politiknya dan cenderung korup. Hal serupa juga terjadi di
Indonesia. Sampai-sampai ada ungkapan begini: “Indonesia ini sudah
surplus politikus.”
Dan beberapa pekan lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan
Iskan, kembali melontarkan hal yang sama. Ia menyayangkan Indonesia
terlalu banyak politikus. Katanya, sebuah negara tidak akan maju bila
terlalu banyak politikusnya. “Indonesia itu terlalu banyak politikus dan
terlalu sedikit enterpreneur,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dahlan Iskan mengusulkan, Indonesia harus memperbanyak
pengusaha (enterpreneur). Menurutnya, sebuah negara memerlukan paling
minimal dua persen dari jumlah penduduknya untuk menjadi seorang
enterpreneur. Sedangkan jumlah pengusaha di Indonesia saat ini baru
berkisar 0,8 persen.
Pendek kata, di mata Dahlan Iskan, kemajuan ekonomi hanya mungkin
bisa dicapai dengan memperbanyak pengusaha. Dia yakin, semangat para
pengusaha, yakni etos kerja dan mandiri, bisa menjadi modal besar untuk
memajukan perekonomian bangsa.
Pada tahun 1932, melalui sebuah artikel di Daulat Ra’jat”, Politik dan Ekonomi,
Bung Hatta membabat habis pemikiran orang-orang yang selalu berusaha
memisahkan politik dan ekonomi. “Politik dan ekonomi harus sejalan, sama
mendorong ke muka,” kata Hatta.
Bung Hatta, yang juga seorang ekonom handal, mengambil kesimpulan
yang sangat tegas, bahwa “ekonomi tanpa haluan politik tidak akan jelas
arahnya dan tidak akan selamat.” Maksudnya, tanpa sebuah visi masa depan
yang jelas, maka perekonomian akan kehilangan arah.
Politik selalu berbicara soal keberpihakan dan visi masa depan.
Politik selalu berbicara soal tata-kelola kekuasaan untuk kepentingan
umum. Karena itu, sebuah politik selalu harus bersenjatakan “ideologi”,
yakni pandangan hidup tentang masa depan. Memberikan makna politik dalam
perekonomian berarti memberikan orientasi dan keberpihakan agar
perekonomian negara memihak kepentingan umum.
Apalah artinya perekonomian tanpa arah. Meskipun pertumbuhan ekonomi
kita sangat spektakuler, tetapi jika tidak punya keberpihakan terhadap
rakyat dan tidak bervisi keadilan sosial, maka kemajuan ekonomi itu
hanya akan memakmurkan segelintir orang: pengusaha. Apa artinya
pertumbuhan ekonomi yang spektakuler, yang berkisar 6,5% pertahun,
jikalau ketimpangan pendapatan juga menganga sangat lebar.
Politik penting bagi rakyat, seperti kata Bung Hatta, untuk
memperjuangkan hak-hak rakyat. Bung Hatta mengartikan politik sebagai
pemerdekaan rakyat dari segala bentuk kekuasaan menindas. Sedangkan
ekonomi penting untuk memperbaiki dan menyelamatkan penghidupan rakyat,
yakni melepaskan rakyat dari kongkongan ekonomi asing atau penindasan
majikan.
Ekonomi nasional tidak akan bergerak maju jikalau secara politik
negara ini dikungkung oleh kolonialisme. Kita tidak akan pernah punya
kesempatan membangun ekonomi nasional kita selama kekayaan alam kita
terus dikuras dan mengalir ke luar negeri melalui kantong-kantong
korporasi asing. Di sinilah pentingnya politik sebagai perambah jalan.
Dengan politik, kita hancurkan segala bentuk struktur ekonomi-politik
kolonialistik itu, sehingga terbuka jalan untuk membangun ekonomi
nasional.
Saat ini, bagi kami, Indonesia justru krisis politikus. Yang banyak
melimpah sekarang adalah politikus bermental saudagar, yakni politikus
yang selalu memikirkan kepentingan pribadi. Sekarang ini orang
berlomba-lomba terjun ke politik sekedar untuk mengumpulkan kekayaan
pribadi. Mereka menjadikan politik tak ubahnya perusahaan untuk mencari
nafkah.
Yang berbahaya sekarang ini adalah: orang menggunakan kekuasaan untuk
memuluskan kepentingan ekonomi dan bisnisnya. Para pengusaha yang jadi
politisi ini tidak perlu berkeringat untuk merebut jabatan politik.
Mudah-mudahan Dahlan Iskan, yang juga bos Jawa Pos Group itu, bukanlah tipe pengusaha yang sengaja terjun ke politik demi memperluas kepentingan bisnisnya.
Blogger Comment