Sekilas tentang Venezuela dan PDVSA
Referensi
Bruce Iain, 2008. The Real Venezuela, Making Socialism in the 21st Century. London: Pluto Press
Zely Ariane, 2008. Nasionalisasi di Bawah Kontrol Rakyat. Amerika.latin.blogspot.com. http://amerikalatin.blogspot.com/2012/08/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html.
Belajar Dari Nasionalisasi Migas di Venezuela. Agussutondomediacenter.blogspot.com http://agussutondomediacenter.blogspot.com/2010/12/belajar-dari-nasionalisasi-migas.html
Rob Lyon, 2006. Kontrol Buruh dan Nasionalisasi – Bagian IV.www.militanindonesia.org. http://www.militanindonesia.org/teori/kontrol-buruh/7866-kontrol-buruh-dan-nasionalisasi-bagian-empat.html
Alan Wood, 2007. Nasionalisasi di Venezuela – Apa Artinya Bagi Kaum Sosialis? http://www.marxist.com/nasionalisasi-venezuela-sosialis.htm
(ditulis oleh Dian Septi, Sekretaris FBLP-Forum Buruh Lintas Pabrik)
Venezuela adalah negeri di Amerika Latin dengan penduduk berjumlah
27,7 juta orang dan semenjak tahun 1920an perekonomian Venezuela
bergantung pada minyak. Pada tahun 2007 tercatat 90% pendapatan ekspor
berasal dari minyak, minyak mencakup 50% pendapatan masyarakat, dan 30%
produk domestik bruto.
Hampir selama tiga dekade sampai tahun 1970, Venezuela adalah
pengekspor minyak terbesar di dunia. Pada tahun 2012,Venezuela menjadi
negara peringkat dua di dunia yang memiliki persediaan minyak terbesar
setelah Arab Saudi. Tercatat, Venezuela memiliki persediaan minyak
sebesar 211,2 miliar barel atau 14,35% proporsi konsumsi minyak mentah
dunia. Venezuela telah menjadi negara produsi minyak terbesar di
Amerika Selatan dengan produksi harian sebesar 2,38 juta barel. Sebagian
besar minyak Venezuela diekspor ke Amerika Serikat dan Brazil.
Sebelum nasionalisasi migas di Venezuela, selama puluhan tahun hanya
sedikit penduduk yang merasakan keuntungan dari minyak. Hal ini
dikarenakan, pengelolaan minyak diserahkan oleh kapitalis besar. Minyak
di Venezuela dikuasai oleh kapitalis besar, seperti Exxon Mobile yang
menadi simbol kapitalis Amerika Serikat. Karena prinsip kapitalisme
adalah (1) Kepemilikan pribadi; (2) eksploitasi buruh; (3) profit, maka
jangan harap pengelolaan migas diperuntukkan bagi kepentingan
masyarakat.
Semenjak Chaves memenangkan pemilu pada 6 Desember 1998 dengan meraih
56% suara, kebijakan negara terkait pengelolaan kekayaan alam, termasuk
migas berubah. Dalam prosesnya, hal ini tak lepas dari peran serta
buruh dan rakyat keseluruhan yang diwadahi dalam revolusi Bolivarian.
Chaves menyusun konsitusi Bolivarian yang baru dan membentuk dewan
konstituante. Pada bulan November 2001, Chavez memperkenalkan 49
keputusan hukum, yang salah satunya adalah menasionalisasi industri
dalam negeri, terutama migas. Hal ini tentu saja mengancam kapitalis
besar di Venezuela dan elit-elit politik yang diuntungkan olehnya. Namun
proses nasionalisasi harus diajalankan. Pada tgl 25 Februari 2002,
Chaves membentuk jajaran direktur minyak PDVSA yang baru dalam kerangka
mengambil alih kontrol atas perusahaan itu dari tangan elit lama yang
memiliki kepentingan lebih dekat pada pemodal asing. Tentu saja
kebijakan tersebut mendapatkan perlawanan dari jajaran eksekutif PDVSA
yang tak mau digantikan. Para elit lama ini menyerukan pemogokan untuk
mendukung posisi mereka agar tidak digantikan. Mereka didukung oleh
stasiun televisi terbesar di Venezuela bahkan mendukung kekuasaan lama.
11 April – 12 April 2002 kudeta dilancarkan namun pada 13 April 2002
rakyat yang mendukung Chaves turun ke jalan dan mengembalikan Chaves
sebagai presiden Venezuela. Kudeta gagal.
Setelah kegagalan kudeta tersebut, pihak oposisi tetap diberi ruang
oleh pemerintahan Chavez dalam perkancahan politik. Namun, pertempuran
belumlah usai. Pihak oposisi, pada bulan Desember 2002 sampai Februari
2003 menyerukan pemogokan dan ‘lock out’ terutama di industri minyak
dengan tuntutan Chavez mundur. Namun, serangan para bos tersebut dijawab
dengan mobilisasi besar-besaran, dan tetap bekerjanya sebagian besar
buruh industri migas, serta tetap berjalannya transportasi umum. Semua
tetap beroperasi dengan dukungan buruh, rakyat dan tentara yang berpihak
pada Chavez. Setelah upaya sabotase oleh kapitalis besar yang berhasil
digagalkan oleh kekuatan rakyat, akhirnya industri minyak berhasil
diambil alih. Proses nasionalisasi pun segera dilanjutkan.
Sebelum mengeluarkan kebijakan nasionalisasi, Chaves sempat
memerintahkan supaya dilakukan penyelidikan atas penyimpangan
pengelolaan migas. Hasil penyelidikan memaparkan fakta bahwa pengelolaan
migas sangat merugikan negara dan hanya menguntungkan
perusahaan-perusahaan multinasional. Kerugian tersebut diantaranya (1)
Lepasnya kontrol negara atas migas; (2) Hilangnya peran negara dalam
menetapkan harga, dan penilaian atas royalti serta pajak pendapatan; (3)
Hilangnya potensi pemasukan bagi negara dengan adanya privatisasi.
Contohnya, akuisisi terhadap sejumlah sistem penyulingan minyak
internasional, khususnya di Citgo, Amerika Serikat ; (4) Adanya
manipulasi izin operasional perusahaan-perusahaan jasa perminyakan; (5)
Penyimpangan pelaksanaan outsourcing, yang semula untuk pengelolaan
ladang minyak yang kurang produktif ternyata diperluas ke ladang-ladang
yang masih aktif. Pada tahun 2003, jasa yang mesti dibayarkan pada
perusahaan-perusahaan kontraktor ini rata – rata mencapai $18,7 AS per
barrel atau 52% dari harga jual minyak Venezuela masa itu. Padahal bila
melakukan sendiri, PDVSA hanya perlu mengeluarkan biaya sebesar $4 AS
per barrel.;(6) Kerja sama yang tidak adil. Hal ini tampak dari
kepemilikan saham PDVSA yang minoritas, royalti yang semestinya diterima
negara ditekan dari 16,3% menjadi hanya 1%. Selain itu, pajak
pendapatannya sama dengan pajak non minya, yaitu hanya sebesar 34%; (7)
Sabotase dokumen-dokumen perjanjian kerja sama. Dua buah proyek dalam
perjanjian kerja sama yang ditandatangani tahun 1993 adalah Sincor dan
Petrozuata. Dalam proyek Sincor semestinya produksi yang diizinkan hanya
114.000 barrel per hari, tetapi kenyataannya 210.000-250.000 barrel per
hari. Selain itu, luas wilayah eksploitasi yang semestinya hanya 250
kilometer persegi dengan jumlah cadangan minyak sebesar 1,5 miliar
barrel telah diperluas secara ilegal menjadi 324 kilometer persegi
dengan jumlah cadangan sebesar 2,5 miliar barrel. Ini pun dengan rencana
lanjutan untuk memperluasnya lagi dengan tambahan wilayah eksploitasi
170 kilometer persegi.
Dari kerugian yang dialami oleh negara Venezuela tersebut, rakyat
Venezuela lah yang paling dirugikan karena tak satupun rakyat Venezuela
menikmati hasil dari pengelolaan minyak tersebut. Produksi minyak yang
secara anarkis dilakukan para pengusaha besar itu sama sekali tidak
diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat, tapi untuk kebutuhan
mengakumulasi keuntungan dan modalnya. Selain itu, eksploitasi minyak
yang mereka lakukan benar-benar telah mengakibatkan kerusakan lingkungan
yang memperparah efek rumah kaca. Sementara, rakyat Venezuela yang
adalah mayoritas justru harus membayar mahal untuk memenuhi kebutuhannya
atas minyak.
Mengenal Nasionalisasi Industri di Venezuela
Kebijakan nasionalisasi di Venezuela adalah untuk melawan kapitalis
besar yang selama puluhan tahun mengeruk kekayaan alam Venezuela.
Perlawanan terhadap kapitalisme berbasiskan pada tiga hal menuju
sosialisme yaitu (1) Kepemilikan sosial; (2) Produksi sosial yang
diorganisir oleh buruh dan (3) Produksi berdasarkan kebutuhan
masyarakat.
Sementara, konsep nasionalisasi di Venezuela adalah (1) Renegosiasi;
(2) Dilaksanakan di bawah kontrol rakyat; (3) Dimanfaatkan untuk
peningkatan tenaga produktif rakyat.
(1) Renegosiasi
Renegosiasi adalah proses negosiasi kembali yang menguntungkan negara
ataupun asing. Dalam hal ini, porsi kepemilikan negara menjadi lebih
besar, yaitu 60% dan keuntungan dari proyek – proyek migas di bawah
PDVSA dan Orronico Belt Project akan dikembalikan ke Venezuela serta
membayar kompensasi kepada perusahaan- perusahaan yang dinasionalisasi.
Sebelumnya, seperti Orronico Belt Project sendiri adalah sebuah proyek
yang bertujuan membangun salah satu cadangan minyak terbesar dunia yang
sebelumnya dikontrol oleh enam perusahaan asing yaitu ConocoPhilips,
Chevron dan Exxonmobil dari Amerika Serikat, bekerjasama dengan BP dari
Inggris, Statoil dari Norwegia dan Total dari Prancis. Tak heran bila
kemudian para kapitalis besar ini menentang keras nasionalisasi
tersebut.
Konsep renegosiasi dengan pembayaran kompensasi ini dilakukan bukan
dengan harga pasar tapi sesuai dengan yang ditentukan pemerintah. Para
kapitalis besar tidak tinggal diam, Exxon mobil misalnya langsung
menggugat pemerintah Venezuela supaya membayarkan ganti rugi atas
nasionalisasi tersebut.
Exxon mobil mendaftarkan dua tuntutan atas nasionalisasi PDVSA ke
arbitrase internasional dan dinyatakan kalah. Keputusan pertama adalah
di tahun 2008 ketika Royal Court of Justice di London memenangkan
Venezuela atas penawaran kompensasinya. Demikian halnya pada 4 Januari
2012 ketika ICC (International Chamber of Commerce), sebuah institusi
utama yang mengatasi pertikaian bisnis lintas batas, yang memutuskan
bahwa PDVSA hanya membayar kompensasi sebesar US$907.588.000 sesuai yang
ditawarkan oleh pemerintah Venezeula. Jumlah ini lebih ringan dari yang
dituntut oleh Exxonmobil karena Exxon mobil menuntut ganti rugi sebesar
12 miliar dolar AS.
Metode nasionalisasi dengan renegosiasi bertujuan untuk menghindari
hukuman legal karena tidak mematuhi perjanjian investasi bilateral yang
telah ditandatangani oleh Venezuela. Hukum internasional memungkinkan
Negara untuk menasionalisasi perusahaan asal mereka memberikan
kompensasi kepada pemilik perusahaan. Venezuela bisa saja melakukan
cara yang lebih radikal jika mencabut tanda tangannya dari perjanjian
investasi bilateral, meninggalkan ICSID (Pusat Perjanjian Persoalan
Investasi Internasional, Pengadilan Bank Dunia tentang Investasi, dll),
dan mengamankan likuiditasnya dan aset lain untuk menghindari penyitaan.
Namun, hal ini akan lebih meningkatkan permusuhan dalam negara yang
sedang mengembangkan industri dan permusuhan dengan TNC di dalam negeri
(semua perusahaan transnasional yang ada di Venezuela sekarang adalah
General Motors,mitsubishi Daimler – Chrysler,dll)
Metode renegosiasi dengan pembayaran kompensasi ini bukan tanpa pro
dan kontra. Beberapa pihak tentu saja masih mengkuatirkan langkah ini
tidak akan bisa menghalau kapitalis raksasa untuk menguasai sumber daya
alam Venezuela. Namun, terlepas dari itu semua, apa yang kini sedang
dijalankan oleh Venezuela tetap layak dijadikan referensi bagi gerakan
rakyat di belahan dunia untuk juga merumuskan strategi nasionalisasi di
negerinya masing – masing.
(2) Pelaksanaan nasionalisasi di bawah kontrol buruh dan rakyat
Kekuatan dari sebuah revolusi adalah di tangan rakyat yang menjadi
tenaga revolusi itu sendiri. Karena itu, dalam proses nasionalisasi
hendaknya rakyat dan buruh menjadi bagian di dalamnya. Nasionalisasi di
Venezuela pun menghendaki hal yang demikian. Dari semenjak awal
kebijakan nasionalisasi diterapkan, buruh terutama sebagai penggerak
industri migas memainkan peranan penting.
Ketika para eksekutif industri migas, terutama PDVSA menyerukan mogok
untuk menentang nasionalisasi pada tahun 2002, para buruh tetap
berupaya menjalankan roda industri, menghidupkan instalasi – instalasi
minyak. Sebelumnya, karena para bos terbiasa meninggalkan pabrik untuk
berlibur, para buruh terbiasa menjalankan pekerjaan pabriknya sendiri.
Penggagalan sabotase para bos adalah wujud dari kekompakan dan militansi
para buruh yang mendukung nasionalisasi. Apa yang dikerjakan oleh buruh
PDVSA ini merupakan awal mula perjuangan untuk kontrol dan manajemen
buruh.
Setelah lock out yang dilakukan oleh para bos berakhir, kontrol buruh
berhenti di PDVSA. Namun karena memahami pentingnya kontrol buruh, kaum
buruh PDVSA mengadakan sejumlah diskusi mengenai isu kontrol buruh.
Hasil dari pertemuan ini adalah rancangan proposal supaya co – manajemen
(manajemen bersama) di PDVSA segera disahkan, dan beberapa tuntutan
dalam aksi mereka pada tahun 2006 sebagai berikut:
- bahwa manajemen bersama harus meliputi seluruh aspek dari ekstraksi, distribusi, produksi dan penyimpanan minyak, termasuk kontrol harga atas pembelian dan penjualan
- bahwa semua pembukuan harus terbuka bagi seluruh wakil-wakil di semua level yang telah dipilih oleh buruh
- bahwa manajemen bersama harus dijalankan oleh seluruh buruh lewat wakil-wakil mereka di tiap-tiap perusahaan dan pabrik, dan mereka tidak akan berhenti bekerja dan diberi kesempatan untuk tugas-tugas manajemen
- setiap orang bertanggung jawab kepada dewan buruh, dan harus ketat menjaga tata tertib dan kedisiplinan dan juga mengamankan barang-barang
- laporan harus dibuat untuk dewan buruh secara berkala
- seluruh wakil harus tunduk pada ketentuan recall
Kehendak untuk melakukan nasionalisasi aset di bawah kontrol buruh
menjadi kehendak bersama kaum buruh. pada Tgl 16 – 18 Juni 2006,
diadakan pertemuan yang melibatkan buruh INVEVAL (Perusahaan listrik
negara), ALCASA (Pabrik alumunium negara), dan PDVSA (Pabrik minyak
negara) dan beberapa perusahaan lainnya. Hasil dari pertemuan tersebut
adalah:
- Membangun Front Nasional Untuk Mempertahankan Co-Manajemen Revolusioner, perkembangan sosialis dari dalam … di tingkat lokal dan negara.
- Mengkarakterisasikan manajemen bersama kita sebagai gerakan yang akan mempengaruhi relasi-relasi kapitalis dan bergerak menuju kontrol buruh, kekuasaan dewan-dewan rakyat dan konstruksi negara sosialis.
- Front Nasional mengusulkan co-manajemen tenaga kerja, sosial, dan militer.
- proposal-proposal untuk co-management revolusioner harus juga mengikutsertakan proposal bahwa perusahaan-perusahaan mesti menjadi milik Negara, tanpa ada pembagian saham dengan buruh, dan bahwa semua keuntungan akan dibagikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui dewan-dewan perencanaan sosialis. Dewan-dewan perencanaan sosialis ini harus dipahami sebagai badan yang melaksanakan keputusan yang diambil oleh rakyat di dalam majelis-majelis.
- Memperjuangkan, mempromosikan dan mensistematisasikan pendidikan sosial dan politik dan ideologi sosialis guna memperdalam Revolusi Bolivarian dengan membentuk posko-posko lokal, regional dan nasional dengan tujuan membangun Jaringan Nasional Pendidikan Sosial Politik Revolusioner.
- Membangun solidaritas dan menyebarkan revolusi ke seluruh Amerika Latin dan dunia.
- Merangkul kelas-jelas yang tersingkirkan, tereskploitasi, dan tertindas sebagai kelas sekutu dalam perjuangan untuk membangun sosialisme di abad ke-21.
Kehendak mereka supaya pabrik berada di bawah kontrol buruh
bertentangan dengan kehendak manajemen. Menurut pihak manajemen, tidak
boleh terdapat kontrol buruh di dalam industri-industri yang strategis.
Padahal ketika terjadi lock out pabrik oleh pengusaha, pabrik bisa
dijalankan oleh kaum buruh. Hal yang ditakutkan oleh manajemen adalah
bahwa bila manajemen perusahaan diserahkan di bawah kontrol buruh
sepenuhnya melalui koperasi buruh maka sekitar 60% -70% perekonomian
akan dipegang oleh koperasi buruh dan bukan oleh negara. Hal ini
sebenarnya bisa diatasi bila pengelolaan industri dilakukan secara
terpusat secara demokratis, artinya manajemen pengelolaan sebuah
industri menjadi bagian perencanaan ekonomi negara. Karena keuntungan
industri strategis ini sebaiknya adalah untuk seluruh rakyat, bukan
hanya untuk buruh.
Perjuangan untuk diterapkannya kontrol buruh atas industri strategis
terus berlangsung. Pada tahun 2005, perusahaan INVEPAL (Pabrik Kertas)
yang bangkrut dinasionalisasi dan dijalankan oleh buruh. pemerintah
Chavez mengambil alih perusahaan ini dengan suntikan dana sebesar 7 juta
dolar AS dengan kepemilikan buruh 51% dan pemerintah sebesar 49%.
Peningkatan hasil produksi akan digunakan buruh untuk membeli saham
pemerintah dan hanya menyisakan 1% saja untuk negara. Hal ini
menimbulkan kontroversi di kalangan buruh dan aktivis sosialis karena
dianggap tiada beda dengan kepemilikan kapitalis. Oleh sebab itulah
FRETECO (Front Revolusioner Pekerja Pabrik-Pabrik di Bawah Kendali
Buruh) menuntut pengambilalihan penuh oleh pemerintah.
Dalam kerangka mewujudkan kontrol buruh, dibentuk Dewan Buruh yang
terdiri dari Majelis Umum Pekerja di pabrik dan Komisi Permanen yang
dipilih untuk posisi seperti Keuangan, Formasi Politik dan Sosial,
Komisi Tekhnik, Administrasi dan Disiplin, Keamanan dan Kontrol serta
Pelayanan. Setiap orang yang dipilih bisa dipecat melalui sidang Majelis
Umum Dewan Buruh. Mereka juga merotasi berbagai jenis pekerjaan,
melaksanakan diskusi politik dalam dewan buruh, pendidikan pengembangan
kolektif dan pelatihan-pelatihan tekhnik.
Contoh lainnya adalah pabrik CNV yang kemudian dinasionalisasi pada
bulan Mei dan berganti nama menjadi INVEVAL. Hambatan datang dari
Pemerintah sendiri yaitu Kementerian Ekonomi Rakyat yang menemukan bahwa
proposal AD/ART perusahaan tidak menyebutkan partisipasi buruh. Berawal
dari situasi itulah, buruh kemudian melakukan aksi massa menuntut
kontrol buruh terhadap perusahaan.
Contoh perjuangan buruh dalam menuntut kontrol buruh juga bisa
ditmukan di ALCASA (Perusahaan alumunium Venezuela). Edgar Caldera
memaparkan bahwa co – manajemen atau model manajemen bersama ini
bukanlah alat untuk mendalami mode produksi kapitalis yang menghisap,
dimana manusia menghisap manusia. Namun sebaliknya, mesti ditransformasi
menjadi mode hubungan sosial yang didasarkan pada prinsip kerja sama,
kesetaraan, keadilan, tanggung jawab dan kesejahteraan bersama bagi
buruh dan masyarakat secara umum.
Pabrik Aluminium ALCASA bisnis kapitalis yang berdiri sejak tahun
1967 ini mulai melaksanakan praktek manajemen buruh di tahun 2005.
Proses ini ditandai dengan pendirian majelis buruh terbuka, pendiskusian
18 poin proposal untuk meluncurkan kembali pabrik serta proses
pemilihan manajemen baru melalui pemilihan tertutup. Dari 2700 pekerja
di ALCASA, 95% berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Kaum buruh juga
memilih 36 juru bicara dan manajemen untuk membuat keputusan. Proses
manajemen ini sudah berjalan tiga tahap dan berhasil meningkatkan
produksi sekaligus memperbaiki kondisi kerja.
Tahap kedua difokuskan pada pengembangan manajemen dan strategi baru
perusahaan. Di tahap ketiga, diskusi dan perdebatan terjadi menyangkut
persoalan-persoalan semacam: memanusiawikan tenaga kerja, termasuk
pengurangan hari kerja, demokratisasi pengetahuan untuk mengurangi
pembagian kerja sosial di dalam pabrik serta desentralisasi keputusan
melalui pembangunan dewan-dewan buruh. Untuk itu, mereka membangun pusat
pelatihan sosial politik, sehingga kaum buruh dapat terlibat dalam
proses yang ada.
Dari realita di atas, kontrol buruh atas industri strategis
membutuhkan perjuangan yang luar biasa dari kaum buruh, termasuk dalam
hal konsep kontrol buruh itu sendiri. Pernyataan Chavez bahwa
nasionalisasi aset industri dengan metode renegosiasi memuat pula
kontrol buruh melalui dewan buruh, atau pembentukan co – manajemen di
dalam lapangan tidak serta merta terlaksana. Hal itu tetap membutuhkan
perjuangan dari kaum buruh itu sendiri, didukung oleh masyarakat. Karena
kontrol buruh atas industri strategis tidak lepas dari untuk
kepentingan atau kesejahteraan seluruh rakyat.
(3) Pemanfaatan nasionalisasi industri untuk peningkatan tenaga produktif rakyat
Dari proses nasionalisasi PDVSA di akhir 2001, pemerintah Chavez
mengalokasikan 50% dari keuntungan PDVSA untuk program sosial yang bisa
meningkatkan tenaga produktif rakyat. Pemerintah juga mendirikan Fonden
(Fund for Economic Development atau Dana untuk Pembangunan Ekonomi) yang
akan mengalirkan dana dari hasil surplus cadangan mata uang asing
akibat peningkatan harga minyak, untuk alih tekhnologi dan penelitian
ilmiah.
Pasca kekalahan kaum oposisi oligarki industri migas di Venezuela,
sejak tahun 2003 telah diluncurkan berbagai program sosial untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Program sosial yang terpenting adalah
kesehatan melalui Mission Barrio Adentro dan pendidikan melalui
Missions Robinson, Ribas dan Sucre. Beberapa program sosial tersebut
mendapatkan kontribusi dari pemerintah Kuba.
Pada awal Oktober 2004, pemerintah Venezuela melancarkan program
literasi bagi orang dewasa untuk membrantas buta huruf yang dikenal
dengan Misi Robinson I yang telah mengajar sebanyak 1,314,788 penduduk
Venezuela untuk bisa membaca dan menulis. Setahun kemudian, pada 28
Oktober 2005, pemerintah mendapatkan sertifikasi dari UNESCO sebagai
“wilayah bebas buta huruf”. Memang, jumlah angka buta huruf di Venezuela
menurun menjadi 7%, dibandingkan dengan negeri Amerika Latin lainnya
yang mencapai 11%. Program pembrantasan buta huruf ini hingga sekarang
masih terus berjalan.
Dari sini, jelas bahwa sektor industri strategis apabila dimanfaatkan
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat akan efektif. Namun,
ketergantungan Venezuela terhadap industri migas dalam pemenuhan program
sosial ini tak lepas dari kritik. Beberapa pihak memberikan masukan
bahwa hendaknya Venezuela mulai memikirkan sumber pemasukan selain
industri migas.
Kini, Venezuela masih dibayangi dengan sakitnya Chavez yang kini
sedang menjalani perawatan intensif di Kuba. Sementara kaum oposisi
mulai menguat meski belum signifikan. Dibutuhkan lebih banyak lagi
demokrasi dan partisipasi buruh dan rakyat untuk mempertahankan dan
melanjutkan revolusi Bolivarian di Venezuela.
Referensi
Bruce Iain, 2008. The Real Venezuela, Making Socialism in the 21st Century. London: Pluto Press
Zely Ariane, 2008. Nasionalisasi di Bawah Kontrol Rakyat. Amerika.latin.blogspot.com. http://amerikalatin.blogspot.com/2012/08/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html.
Belajar Dari Nasionalisasi Migas di Venezuela. Agussutondomediacenter.blogspot.com http://agussutondomediacenter.blogspot.com/2010/12/belajar-dari-nasionalisasi-migas.html
Rob Lyon, 2006. Kontrol Buruh dan Nasionalisasi – Bagian IV.www.militanindonesia.org. http://www.militanindonesia.org/teori/kontrol-buruh/7866-kontrol-buruh-dan-nasionalisasi-bagian-empat.html
Alan Wood, 2007. Nasionalisasi di Venezuela – Apa Artinya Bagi Kaum Sosialis? http://www.marxist.com/nasionalisasi-venezuela-sosialis.htm
(ditulis oleh Dian Septi, Sekretaris FBLP-Forum Buruh Lintas Pabrik)
0 komentar:
Posting Komentar