MEMBEDAH INDUSTRI PENDIDIKAN PADA PERGURUAN TINGGI

Oleh: Bustamin Nanda*

Industri Perguruan Tinggi

Bustamin Nanda/Anggota PRP Makassar dan Anggota Front Mahasiswa Demokratik Makassar

Kompetisi global sudah melanda dunia pendidikan. Setiap tahun, saat kelulusan SMA dan SMK bersaing untuk mendapatkan institusi pilihan, perguruan tinggi pun berlomba-lomba mempromosikan diri dan menjaring calon-calon mahasiswa potensial. Potensial bisa berarti mampu secara akademis atau finansial. PERGURUAN tinggi dari luar negeri pun tidak mau kalah, dan gencar berpromosi. Begitu pula perguruan-perguruan tinggi swasta (PTS) melakukan berbagai upaya pemasaran dan menjadikan dunia pendidikan tinggi seperti bisnis dan industri. Kini beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) tidak mau ketinggalan dengan membuka jalur khusus atau ekstensi.

Perguruan tinggi negri membuat langkah lebih cepat dari perguruan tinggi suwasta dengan menggunakan negara sebagai alat yang berkuasa dalam proses pendidikan di negeri ini, memperkenalkan perguruan tingginya dengan berbagai macam fasilitas dan akreditasi lebih tinnggi, bekerja sama dengan perusahan-perusahaan besar. Sudah sangat jelas orientasi pendidikan kita. Baik itu perguruan tinggi negri ataupun perguruan tinggi swasta sudah jelas-jelas mengejar keuntungan (profit) dalam bidang pendidikan dan berorientasi pada perusahan-perusahan yang bermodal besar.


Baru-baru ini kita sudah melihat berita-berita di berbagai media cetak maupun elektronik, kelulusan siswa dari berbagai sekolah yang ada. Pada standar kelulusan pada tahun 2010 yaitu, 5.50. standar nilai kelulusan dari semua mata pelajaran, yang masuk dalam ujian nasional (UN), dengan standar nilai setinggi ini memberatkan para siswa, dan guru siswa dalam keadaan yang tegang, berusaha agar para anak didik mereka bisa lulus ujian nasional.

Mengejar nilai yang telah di sepakati sebagai standar kelulusan peserta ujian merupakan hasil dari kesepakatan beberapa perusahaan-perusahaan besar, karena dengan nilai yang sudah di standarkan dapat memikat hati para pengusaha (pemodal) dan menginvestasikan modalnya dalam bentuk bantuan dan lain-lain kepada sekolah atau perguruan tinggi.

Dengan bantuaan perusahaan-perusahaan, berupa kerja sama dibidang teknologi, standar mata pelajaran/kuliah yang bertujuan untuk mengabulkan keinginan para pemodal untuk merauk keuntungan yang besar pada industry pendidikan.

Dan bayak kalangan yang tidak bertanggung jawab mengambil kesempatan dengan nilai standar kelulasan ini, praktek sogok-menyogokpun di laksanakan dengan melakukan transaksi pada orang tua siswa agar anaknya di luluskan dan ini menggunakan bayak duit, bagi orang tua siswa dari kalangan buruh, petani, nelayan yang tak mampu mebayar sogokan menjadi korban transaksi ini. Meskipun anak dari kalangan yang tak mampu tadi ini, memiliki bakat, pintar, cerdas tetapi tidak memliki modal (uang) untuk menyogok tidak di luluskan, apalagi jika anak itu memang sudah bodoh, nakal dan sebagainya.

Sekolah sekarang bukan lagi semata-mata tempat menuntut ilmu tetapi, sekolah telah di berputar arah menjadi ajang bisnis. Dengan kejadian diatas kita akan teringat pada masa penjajahan belanda dimana kaum pribumi yang miskin dan melarat tidak dapat mengenyam yang namanya pendidikan, hanya dari kalangan anak priyai yang bias sekolah karena disamping bayak duit mereka juga dekat dengan pemerintahan hindia belanda pada waktu itu. Dan dari kalangan pribumi yang melarat kehidupannya di biarkan terus-terusan bodoh dan patuh terhadap kemauan pemerintah hindia belanda, dan menggunakan tenaga mereka secara gratis.

Persaingan Merebut Uang

Persaiangan antar perguruan tinggi pada priode pendidikan baru semakin gesit merancang berbagai strategi guna memikat hati para lulusan sekolah SMA/SMK untuk melanjutkan pendidikan mereka di salah satu perguruan tinggi.

Dengan strategi mereka gunakan seperti menyebarkan brosur, perkenalan kampus dengan berbagai fasilitas didalamnya, persis seperti perdagangan di pasar-pasar, para pesaiang perguruan tinggi ini, akan merancang lebih memukau dibanding para pesaingnya, menebar pesona kepada lulusan.

Beberapa perguruan tinggi sudah lebih dulu mebuat ujian seleksi, seperti UMB (Ujian Masuk Bersama) dan hanya beberapa perguruan tinggi saja yang menerapkan system UMB, seperti universitas hasanuddin (UNHAS) Makassar dan beberapa perguruan tinggi lainnya yang kemarin menerima penerapan UU BHP.

Untuk mendapatkan calon mahasiswa yang bersedia membayar sumbangan masuk antara Rp 3 juta hingga di atas Rp 30 juta, pihak perguruan tinggi tidak keberatan membayar sewa stan atau memasang iklan di buku kenangan yang dibuat sekolah. Jadinya, selain memberi kesempatan bagi siswa untuk window shopping sebelum membuat keputusan akhir, ajang promosi perguruan tinggi juga memberi kesempatan bagi siswa SMA untuk mendapat dana tambahan yang mungkin dipakai untuk keperluan sekolah maupun kesejahteraan guru. siswa yang orang tidak mampu membayar uang muka untuk masuk kedalam perguruan tinggi terpaksa menganggur, menjari pekerjaan guna membantu ekonomi keluarga mereka dan siap menerima upah yang rendah. Karena semakin tinggi sekolah semakin besar pula gaji yang mereka dapatkan, inilah hegemoni penguasa yang telah menyembah system neoliberal.

Program Pendidikan Unggulan

Dalam industry pendidikan pada perguruan tinggi, baik itu suwasta maupun negri, perguruan tinggi mempromosikan beberapa program unggulannya. Program unggulan ini dapat kita lihat seperti, akreditasi program studi.

Akreditasi program studi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), merupakan syarat minimal, namun, tidak cukup memadai untuk dijadikan poin jual pada perguruan tinggi. Kini perguruan tinggi berlomba mengemas dan menonjolkan beberapa program unggulan lain, seperti sertifikasai internasional, kerja sama dengan industry dan kerja sama dengan internasional. Hal ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi yang ada adalah industry yang mencari keuntungan (profit).

Sertifikasi internasional bisa berupa pengakuan dari organisasi profesi di luar negeri (misalnya ada program bisnis yang mengklaim mendapatkan pengakuan AACSB, (American Association of Colleges and Schools of Business) atau sertifikasi kendali mutu yang biasanya dilakukan di dunia industri (ada PTS yang telah memperoleh ISO 9001).

Dengan kutipan bayak diatas menunjukkan bahwa, perguruan tinggi yang ada di negeri tidak ada satupun yang memikirkan peserta didik, mereka hanya memikirkan promosi yang menguntungkan bagi mereka. Pendidikan hari ini adalah lahan basa untuk merauk keuntungan. Adapun pelajaran yang didapat, itu tidak lain hanya memihak pada sistem yang mereka terapkan yaitu system kapitalistik.

* Penulis adalah Anggota Front Mahasiswa Demokratik Makassar dan Anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja Komite Kota Maassar

SHARE ON:

Hello guys, I'm Badrun nur, a new blogger from Polman West Sulawesi but stay in Makassar South Sulawesi.

    Blogger Comment