Neoliberalisme Musuh Bersama, Bangun Kekuatan Politik Alternatif, Buruh Bersatu, Tolak Kerja Kontrak/Outsourcing
(Tulisan ini merupakan Pernyataan Sikap FORI Sul-Sel dalam rangka menyambut MAYDAY)
Salam Rakyat Pekerja,
Kembali pada tanggal 1 Mei 2011, sebagian besar rakyat pekerja di Indonesia akan memperingati Hari Buruh Internasional atau Mayday. Sudah beberapa tahun terakhir ini, barisan rakyat pekerja Indonesia selalu turun ke jalan dan memenuhi pusat-pusat kekuasaan pada tanggal 1 Mei, untuk mendesak dan menuntut pemerintah agar meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat pekerja. Tuntutan-tuntutan peningkatan kesejahteraan pun selalu dilontarkan oleh kaum buruh kepada pemerintah. Artinya, pemerintah tentu saja sudah sangat hafal dan paham mengenai apa yang diinginkan oleh kelompok buruh.
Namun apa hasilnya? Tuntutan pemberian upah layak nasional hanya dibalas dengan pemberian kenaikan upah sebesar 8,69% saja. Upah Minimum Provinsi yang paling tinggi adalah Provinsi Papua Barat sebesar Rp 1.410.000 dan yang paling rendah adalah Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 675.000. Bahkan banyak sekali perusahaan nakal yang membayar upah buruh dibawah UMP.
Tuntutan penghapusan sistem kerja kontrak/outsourcing pun tidak pernah dihiraukan oleh pemerintah pendukung neoliberalisme ini. Dari tahun ke tahun, angka pertumbuhan pekerja kontrak/outsourcing semakin meningkat. Di tahun 2007 saja, sudah ada 22.275 perusahaan yang menyerahkan sebagian atau hampir semua pekerjaanny kepada pihak ketiga. Padahal semua perusahaan tersebut masih memiliki 2.114.774 pekerja. Data dari Departemen Tenaga Kerja dan Trasmigrasi pada tahun 2007 menyebutkan ada 1.082 perusahaan penyedia jasa pekerja yang mempekerjakan 114.566 orang. Selain itu, ada juga 1.540 perusahaan pemborongan pekerjaan yang mempekerjakan 78.918 orang. Bahkan untuk di sektor perbankan saja untuk wilayah Jabodetabek, perputaran upah pekerja kontrak tahun 2005 masih Rp 3,6 miliar. Tahun 2006 nilainya telah melonjak menjadi Rp 5 miliar dan tahun 2007 menembus angka Rp 6 miliar.
Sementara untuk tahun 2010, Lembaga Buruh Internasional (ILO) melansir data bahwa di Indonesia ada 65% pekerja kontrak dan outsourcing. Artinya hanya tinggal 35% pekerja tetap di Indonesia atau sekitar 9,5 juta orang.
Kebijakan sistem kerja kontrak/outsourcing jelas merupakan salah satu kebijakan yang menyengsarakan kehidupan kaum buruh. Sistem kerja kontrak/outsourcing yang dilandasi oleh penerapan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyebabkan rakyat pekerja tidak memiliki KEPASTIAN KERJA. Pekerja kontrak dan outsourcing akan sangat rentan menerima intimidasi atau bahkan PHK ketika menerima masalah dari perusahaan atau bahkan ketika ingin terlibat dalam Serikat Buruh. Pada tahun 2010, hampir 75-80% buruh atau pekerja outsourcing kalah dalam kasus ketenagakerjaan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atau kalaupun menang, mereka akan kesulitan mendapatkan pesangon.
Pemberangusan Serikat Buruh (Union Busting) juga menjadi fenomena yang marak akhir-akhir ini. Mutasi atau bahkan kriminalisasi terhadap pengurus serikat buruh juga kerap kali dilakukan oleh para pemilik modal. Belum lagi kebijakan privatisasi yang sangat rentan terhadap PHK dan tidak adanya perlidungan sosial bagi para buruh/pekerja.
Itulah gambaran kondisi perburuhan di Indonesia saat ini. Sudah berulangkali kaum buruh/pekerja mendesak agar pemerintah memberikan hak-hak kesejahteraan bagi buruh, namun selalu saja diabaikan. Seluruh orang yang bekerja di Indonesia, baik itu orang yang bekerja di pabrik, di kantor, di institusi pendidikan, di perbankan atau dimanapun akan sangat rentan kondisi kesejahteraannya ketika pemerintah saat ini tidak pernah peduli terhadap nasib rakyat pekerjanya.
Di Makassar khususnya sulawesi selatan umunya, tidak ada upaya pemerintah daerah untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh, di sulawesi selatan misalnya di seluruh kota-kota di sulawesi selatan masih belum memiliki upah minimum kota sehingga yang menjadi standar upah bagi buruh di sulawesi selatan adalah upah minimum propinsi yang kita tahu bahwa upah minimum propinsi dihitung melalui standar kebutuhan hidup layak terendah dari semua kabupaten di sulawesi selatan, sehingga buruh di sulawesi selatan dipastikan tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya, mekanisme penetapan upah minimum yang amburadul ditambah ditambah semua kota/kabupaten disu-lsel tidak memiliki standar upah minimum kota/kabupaten memperparah buruknya sistem perburuhan di sulawesi-selatan.
Belum lagi arah kebijakan pengelolaan perusahaan daerah yang mengarahkan kebijakannya pada privatisasi mengakibatkan perusahaan daerah banyak menggunakan tenaga outsourching dalam pengoperasian perusahaan tersebut.
Sudah saatnya, kondisi yang sangat mencekik leher kaum buruh di Indonesia dirubah. Namun jelas, perubahan tersebut tidak mungkin kita sandarkan kepada pemerintahan Neoliberal saat ini. Pemerintah saat ini hanya akan memberikan keuntungan bagi para pemilik modal, terbukti dengan berbagai kebijakannya di bidang perburuhan. Untuk merubah kondisi perburuhan saat ini, momentum Mayday 2011 harus dimanfaatkan untuk memberikan tamparan bagi pemerintahan neoliberal. KEPUNG DAN DUDUKI PUSAT-PUSAT KEKUASAAN DAN OBJEK-OBJEK VITAL pada momentum Mayday 2011 ini. DUDUKI BANDAR UDARA di kota masing-masing, untuk menuntut dan mendesakkan tuntutan rakyat pekerja di Indonesia.
Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI)
Sulawesi Selatan
0 komentar:
Posting Komentar